Hilangnya Isu Pendidikan Dalam Percakapan Politik Nasional

opini

Pemilu masih menyisakan beberapa bulan lagi namun semaraknya sudah mulai terasa. Masyarakat yang hari-harinya jauh dari percakapan politik, akhir-akhir ini isi obrolannya tak lepas dari isu politik. Hal ini tak bisa disalahkan, memang pesta demokrasi lima tahunan merupakan pesta demokrasi untuk seluruh rakyat. Inilah momentum bagi mereka mencari pemimpin yang baik dan berintegritas yang memiliki visi misi kerakyatan serta mampu mewujudkan harapan dan mimpi-mimpi mereka selama lima tahun kedepannya. Sosok pemimpin yang mampu membawa perubahan dalam hidup dan bangsa yang mereka cintai. Disini pulalah waktu yang tepat untuk menghukumi para pemimpin dan wakil mereka sebelumnya yang dinilai tidak mampu menjalankan amanah dengan baik dan benar serta tidak melahirkan kebijakkan yang berpihak kepada rakyat kecil. Pengadilan politik yang lahir dari rahim rakyat untuk para pemimpin yang lalai dan abai atas persoalan yang dihadapi rakyat dan hal ini akan menjadi peringatan bagi pemimpin yang terpilih selanjutnya agar bertanggungjawab kepada konstituen yang memilihnya.

Dalam menyambut pesta demokrasi itu, akhirnya banyak masyarakat mengasosiasikan diri untuk membentuk kelompok dan menamakan diri mereka sebagai relawan. Relawan para kandidat bakal calon pun terlihat mulai bermunculan bak jamur di musim penghujan. Ada relawan yang memang sejak lama ada dan ada juga yang terbentuk hanya untuk kepentingan momentuman saja. Mereka hadir dan tumbuh subur dengan membawa berbagai aspek persoalan rakyat sebagai proposal politik untuk kemudian ditawarkan kepada calon pemimpin tertentu. Dan ada juga yang hadir membawa misi kepentingan pribadi dan golongan yang dibungkus dan dikemas dengan narasi dan isu-isu kerakyatan. Memang isu dan narasi kerakyatan masih menjadi nilai tawar dan daya tarik untuk menggugah simpati dan empati publik. Apapun itu, relawan adalah salah satu instrumen demokrasi yang kehadirannya dibutuhkan untuk menjadikan percakapan politik kita lebih bernilai dan berisi tentang persoalan-persoalan kerakyatan dan kebangsaan.

Namun disisi lain, ada situasi yang mengkhawatirkan melihat perkembangan narasi yang mengisi kontestasi politik kita akhir-akhir ini. Sejauh ini belum ada tokoh-tokoh politik atau figur calon pemimpin yang konsen berbicara tentang masa depan pendidikan nasional dengan segala problematikanya. Padahal, pendidikan kita saat ini mengalami banyak permasalahan yang membutuhkan konsentrasi dan dukungan penuh dari para pemimpin masa depan untuk menyelesaikannya. Justru kalau dicermati percakapan politik kita diwarnai dengan isu-isu yang saling mengadu domba sesama anak bangsa, saling mengekspos kejelekan dan narasi yang tidak mendewasakan demokrasi kita. Tentu ini bukanlah hal yang baik untuk pertumbuhan demokrasi dan tidak sehat untuk pendidikan politik rakyat. Keadaan ini jika terus dipelihara maka dapat memicu munculnya polarisasi dan potensi konflik di tengah-tengah rakyat. Kita tidak lagi mengharapkan situasi politik yang sama dengan pemilu sebelumnya yang menciptakan keterbelahan masyarakat yang cukup lebar. Dimana energi kita sebagai bangsa banyak dihabiskan untuk melakukan rekonsiliasi dan negosiasi terhadap elit-elit politik sebagai kompensasi. Namun demikian, nyatanya hal itu tidak mampu mengkonsolidasikan rakyat di akar rumput.

Fenomena itu rasa-rasanya sudah mulai menampakan dirinya manakala kita mencermati percakapan media sosial. Banyak media sosial mulai memproduksi konten-konten atau narasi yang menghujat saling menjelekan dan bahkan tergolong rasis. Isu radikalisme dan politik identitas terus direproduksi untuk menegaskan posisinya dan sekaligus untuk memojokkan pihak yang lainnya. Bisa jadi juga isu ini sengaja dimunculkan dan dipelihara untuk meningkatkan posisi tawar bagi diri dan kelompoknya agar dilirik oleh kekuatan pilitik tertentu. Entahlah, yang pastinya kenyataan ini tidak akan baik bagi kelangsungan demokrasi kita. Padahal sebetulnya masih banyak persoalan substansial bangsa ini yang mesti harus diselesaikan, salah satunya adalah masalah pendidikan.

Sebagai organisasi mahasiswa yang konsen dalam isu-isu pendidikan dan sementara menyusun peta jalan pendidikan nasional, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) mendorong agar para calon pemimpin bangsa memiliki kepedulian yang tinggi dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam dunia pendidikan. Sejauh ini sejumlah figur yang digadang-gadang akan dicalonkan sebagai Presiden belum ada yang bersuara tentang problematika pendidikan dan solusi jangkang panjangnya. Padahal, pendidikan adalah sarana/wadah yang paling penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Cita-cita menyongsong masa depan Indonesia Emas 2045 tidak akan tercapai manakala generasi mudanya tidak memiliki kecakapan dan keterampilan yang mumpuni dan berkualitas. Apalagi tantangan era globalisasi mensyaratkan arena pertarungan bebas yang apabila tidak cukup cerdas maka akan ketinggalan dan tersisih. Oleh sebab itu, satu-satunya wadah untuk menyiapkan generasi yang baik dan berkualitas tidak lain adalah lembaga pendidikan.

Persoalan dalam dunia pendidikan kita sangat banyak dan kompleks, diantaranya adalah biaya pendidikan yang mahal, sarana infrastruktur yang tidak merata, kesejahteraan tenaga pengajar, kualitas tenaga pengajar, kualitas pendidikan yang rendah, dan lainnya. Data Badan Pusat Statistik pada tahun 2022 merilis bahwa angka putus sekolah pada setiap jenjangnya mengalami peningkatan. Peningkatan angka putus sekolah tidak hanya terjadi pada pendidikan dasar dan menengah tetapi juga pada pendidikan tinggi. Data tahun 2020 yang dirilis Laporan Statistik Pendidikan Tinggi menunjukkan, sebanyak 601.333 mahasiswa putus sekolah. Meningkatnya angka-angka ini dpengaruhi oleh banyak faktor namun yang paling menonjol adalah faktor ekonomi dan ketidakmampuan membiayai mahalnya pendidikan.

Persoalan-persoalan diatas harus diselesaikan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang baik, berkualitas dan mampu melahirkan generasi-generasi muda bangsa yang mampu berdaya saing global. Untuk itu, patut kiranya para calon-calon pemimpin bangsa untuk memperhatikan ini secara serius dan menjadikannya sebagai salah satu program prioritas ke depannya. Kita tentu tidak mengharapkan momentum politik ini hanya dijadikan sebagai pertarungan untuk meraih jabatan politik semata tanpa adanya gagasan tetapi sebagai konsolidasi untuk mengarahkan bangsa ini lebih maju kedepannya.

Dengan demikian, pemilu yang akan datang dapat dirayakan dengan riang gembira yang penuh dengan narasi-narasi kerakyatan. Percakapan antar calon maupun para relawan pun tidak lain adalah pertarungan gagasan dan solusi atas persoalan-persoalan yang dialami bangsa ini. Harapan itulah yang diinginkan oleh segenap rakyat Indonesia, praktek politik yang mendewasakan dan menyehatkan proses demokrasi kita.

Penulis : Samsudin (Wakil Ketua Umum LMND)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *