Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) menggelar audiensi dengan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka di Istana Wapres pada hari Senin, 8 Desember 2025. Pertemuan berlangsung tertutup namun berujung pada dialog panjang soal krisis pendidikan yang menurut LMND semakin mendesak. Hadir dalam delegasi adalah jajaran perwakilan LMND yang membawa paket isu pendidikan untuk didiskusikan bersama.
Dalam dialog ini, Wapres menyampaikan bahwa LMND dan pemuda harus terus bersikap kritis. Sikap ini selaras dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya membuka ruang dialog seluas-luasnya bagi seluruh elemen masyarakat.
“Para pemuda harus terus mengaktualisasikan diri, memperluas wawasan terhadap isu-isu strategis, serta menyampaikan gagasan kritis yang konstruktif dalam mengawal program pemerintah.”
Dukungan ini direspons baik oleh Ketua Umum LMND periode 2025–2027, Claudion Kanigia Sare yang menyampaikan bahwa Wapres memberi semangat agar mahasiswa tetap memiliki sikap kritis dan berkontribusi melalui gagasan yang membangun.
“Pak Wapres sendiri mengatakan bahwa memang sebagai anak muda, sebagai organisasi, kita perlu juga tetap kritis,” ujar Claudion usai pertemuan.
Pertemuan ini dibuka dengan usulan Manifesto Pendidikan Emansipatoris oleh LMND yang memuat serangkaian rekomendasi praktis mulai dari akses pendidikan, pembiayaan, hingga tata kelola sistem pendidikan. Dalam paparan kepada Wapres, LMND memposisikan manifesto bukan sekadar daftar tuntutan, melainkan peta jalan untuk perubahan kebijakan yang lebih pro mahasiswa dan pro-keadilan sosial. Dokumen ini dibawa sebagai bukti konsolidasi suara mahasiswa dari berbagai daerah.
Salah satu isu yang paling menonjol adalah soal kenaikan biaya kuliah yang disebut LMND mencapai antara 10 sampai 15 persen per tahun. Organisasi ini menilai angka itu menyulitkan keluarga berpenghasilan rendah dan mengikis janji akses pendidikan yang setara. LMND menuntut intervensi kebijakan yang konkret, misalnya pembatasan kenaikan biaya dan peningkatan subsidi bagi mahasiswa yang tidak mampu.
Selain biaya kuliah, persoalan tempat tinggal mahasiswa juga mendapat porsi pembicaraan yang panjang dalam audiensi. LMND memaparkan bahwa biaya sewa kini menjadi pengeluaran terbesar setelah biaya kuliah sehingga mendorong usulan pembangunan asrama dan program subsidi hunian bagi mahasiswa. Menurut LMND, solusi struktural seperti perluasan asrama harus dikaitkan dengan alokasi anggaran yang jelas.
Topik teknologi pendidikan tidak luput dari bahasan. LMND menekankan bahwa adopsi teknologi harus diikuti tata kelola yang adil agar teknologi tidak menjadi sekadar alat komersialisasi pendidikan. LMND menekankan regulasi, pelatihan tenaga pengajar, dan pembangunan infrastruktur digital di wilayah terpencil agar kesenjangan akses tidak semakin lebar dan daya kritis peserta didik dapat makin kuat.
Isu kemanusiaan mendapat sorotan tajam ketika LMND mengangkat nasib mahasiswa terdampak banjir di Aceh dan wilayah Sumatera. Mereka menuntut pembebasan sementara biaya kuliah bagi mahasiswa korban bencana sampai kondisi belajar pulih kembali. Menurut LMND, langkah ini bersifat darurat dan perlu segera diatur agar korban tidak kehilangan hak atas pendidikan.
Kekerasan seksual di lingkungan pendidikan juga menjadi materi penting dalam pertemuan. LMND meminta pengoptimalan mekanisme pengaduan, perlindungan bagi korban, dan sanksi tegas kepada pelaku. LMND mendorong komitmen pemerintah untuk memperkuat pencegahan terhadap kekerasan seksual di lingkungan sekolah dan kampus.
Dalam pertemuan tersebut, Wakil Presiden Gibran Rakabuming menyimak seluruh paparan dan berjanji menindaklanjuti beberapa usulan melalui koordinasi dengan kementerian terkait. Wapres turut mengapresiasi berbagai gagasan kritis yang disampaikan LMND, antara lain pemanfaatan teknologi dalam sistem pendidikan, isu kekerasan seksual di lingkungan kampus, serta urgensi jaminan akses pendidikan bagi seluruh siswa di Indonesia.
Pertemuan ini membuka peluang kerja sama antara pemerintah dan gerakan mahasiswa untuk merumuskan kebijakan yang berpihak pada akses dan keadilan pendidikan. Langkah selanjutnya adalah menyusun agenda kerja sama yang konkret dan dapat diukur agar dialog ini dapat memberikan dampak yang luas terhadap dunia pendidikan.




