SOEHARTO BUKAN PAHLAWAN, MELAINKAN SIMBOL OTORITARIANISME DAN PELANGGAR HAM BERAT

Uncategorized
Spread the love

Oleh: Hilwan Al-Ghafiqi, Ketua Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Kota Bandung

BANDUNG-Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Kota Bandung, menyatakan penolakan tegas terhadap segala upaya pengusulan dan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto, Presiden ke-2 Republik Indonesia. Pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan bukan hanya ironi sejarah, tetapi juga pengkhianatan terhadap nilai-nilai reformasi, keadilan, dan kemanusiaan yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata rakyat.

Seorang pahlawan adalah figur yang tindakannya melampaui kepentingan diri, didedikasikan untuk membela kedaulatan, martabat, dan hak-hak asasi bangsanya. Rekam jejak Soeharto, terutama selama masa pemerintahannya di rezim Orde Baru yang berlangsung lebih dari tiga dekade, justru dipenuhi dengan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang sistematis.

Data dan laporan dari berbagai lembaga hak asasi manusia, termasuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), menunjukkan bahwa kekuasaan Soeharto identik dengan represi, pemberangusan kebebasan sipil dan politik, serta kekerasan negara yang masif.

Seperti pembantaian masal 1965-1966: Sebagai Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkoops Kamtib), Soeharto diduga kuat bertanggung jawab atas pembunuhan, penangkapan, dan penahanan massal, termasuk pembuangan ribuan orang tanpa proses pengadilan ke Pulau Buru. Peristiwa ini disebut sebagai salah satu genosida terbesar di abad ke-20 dengan korban tewas diperkirakan mencapai ratusan ribu hingga jutaan jiwa.

Penembakan Misterius (Petrus) 1981-1985: Kebijakan “hukuman mati” tanpa pengadilan terhadap residivis, preman, atau yang dicap “bromocorah,” yang menyebabkan ribuan orang tewas. Ini adalah tindakan di luar hukum (extrajudicial killing) yang melanggar hak untuk hidup. Dan masi ada kasus lainnya. Peristiwa Tanjung Priok 1984. Penculikan dan Penghilangan Paksa Aktivis 1997-1998: Menjelang kejatuhannya, rezim Orde Baru melalui aparatnya, seperti Tim Mawar Kopassus, melakukan penculikan dan penghilangan paksa terhadap aktivis pro-demokrasi. Sejumlah aktivis dikembalikan, namun 13 orang lainnya hingga kini masih hilang.

Menjadikan Soeharto pahlawan sama artinya dengan menghina memori publik dan melukai jutaan korban dan keluarga yang hingga hari ini masih mencari keadilan. Ini adalah bentuk pemutihan sejarah kejahatan negara yang tidak boleh dibiarkan.

Soeharto diduga kuat menggunakan kekuasaannya untuk memperkaya diri, keluarga, dan kroni-kroninya melalui kebijakan-kebijakan yang merugikan negara. Contoh-contoh aliran dana ke yayasan-yayasan pribadi dan aset negara yang dikuasai oleh anak-anaknya menunjukkan betapa korupnya struktur pemerintahan saat itu. Seorang yang terbukti berasosiasi kuat dengan praktik KKN yang merusak sendi-sendi ekonomi dan keadilan negara tidak layak menyandang gelar kehormatan tertinggi bangsa.

Maka dari itu, LMND Kota Bandung mendesak Pemerintah untuk.Mencabut usulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional.!

Hentikan segala bentuk upaya glorifikasi terhadap Soeharto dan Orde Baru yang berisiko meruntuhkan kredibilitas negara dan mengkhianati perjuangan demokrasi.

Bangsa ini tidak akan maju jika kebenaran sejarah diputarbalikkan. Kami menyerukan kepada seluruh elemen pro-demokrasi, mahasiswa, dan rakyat Indonesia untuk bersatu: Tolak Soeharto sebagai Pahlawan Nasional!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *