Sukoharjo, 8 November 2025 — Menjelang peringatan Hari Pahlawan, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Eksekutif Kota Sukoharjo menyatakan penolakan tegas terhadap wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden RI ke-2, Soeharto. LMND menilai bahwa langkah tersebut merupakan bentuk pengkhianatan terhadap sejarah kelam bangsa dan luka kolektif para korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang belum pernah dipulihkan secara adil.
Selama lebih dari tiga dekade kekuasaan Orde Baru, Soeharto memimpin rezim yang ditandai oleh pelanggaran hak asasi manusia secara sistematis. Tragedi pembantaian 1965–1966, penculikan dan penghilangan paksa aktivis 1997–1998, penembakan misterius (petrus), serta korupsi, kolusi, dan nepotisme menjadi bukti nyata bahwa kekuasaannya dibangun di atas represi dan ketakutan. Pembungkaman pers, pelarangan organisasi rakyat, dan pembatasan kebebasan sipil semakin memperkuat karakter otoriter rezim Orde Baru.
LMND Kabupaten Sukoharjo menilai bahwa pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto adalah bentuk glorifikasi terhadap kekuasaan otoriter dan pengaburan sejarah. Gelar tersebut tidak hanya melukai hati para korban dan keluarga, tetapi juga menghambat proses keadilan transisional yang seharusnya menjadi komitmen negara pasca-reformasi.
“Kami menolak keras pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto. Ia bukan simbol keberanian, melainkan simbol kekerasan negara terhadap rakyatnya. Memberi gelar pahlawan kepada pelaku pelanggaran HAM adalah bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai keadilan dan demokrasi,” tegas Arga Bangun, Bidang Kajian Bacaan LMND Sukoharjo.
Dalam pernyataannya LMND Kabupaten Sukoharjo menyerukan tiga poin tuntutan utama:
- Menolak pemberian pemberian gelar pahlawan nasional terhadap Soeharto.
- Mengakui dan mengadili pelanggaran HAM masa Orde Baru.
- Menegakkan keadilan sejarah dan melawan impunitas.
Sebagai penutup, LMND Sukoharjo menyatakan komitmennya untuk terus menggalang solidaritas, menyuarakan kebenaran, dan menolak segala bentuk penghormatan terhadap figur yang bertanggung jawab atas kekerasan negara. Mereka menyerukan konsolidasi nasional untuk memperkuat solidaritas rakyat dalam menghadapi segala bentuk manipulasi sejarah dan penghormatan terhadap pelaku pelanggaran HAM.
“Kami menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat, terutama generasi muda, untuk menolak normalisasi kekuasaan otoriter. Jangan biarkan sejarah dilupakan dan luka bangsa dihapus demi kepentingan politik sesaat. Pahlawan sejati adalah mereka yang berjuang bersama rakyat, bukan yang menindasnya,” tutup Arga Bangun.




